Sebuah Kata berjuta Makna, Rangkaian kata yang kini benar-benar hanya sebuah Cerita. Karena jauhnya dia pergi meninggalkanku, dan tak mungkin kembali, dan dekatnya hati tak mampu mempertemukan kita lagi, Ayah.
Kamis, 17 September 2007. Hari itu cerah, pohon-pohon diam seperti tidur, anginpun sepertinya enggan berbisik-bisik, saat itu petang menjelang maghrib. Pada Hari itulah Malaikat itu bertamu ke rumahku untuk menjemput Ayahku, bertepatan dengan malam Jum'at. Rumahku sangat ramai kala itu, dikerumuni warga yang memang sejak pagi datang silih berganti menjenguk ayahku yang sakit, lemah tak berdaya. Masih jelas di memoriku, hari itu adalah hari Ulang Tahun adikku & juga hari dimana kami seharusnya berbuka puasa bersama untuk pertama kalinya karena hari itu juga hari pertama kami melaksanakan ibadah puasa ramadhan tapi kami merayakannya dengan isak tangis yang menggebu-nggebu, tak pernah aku menangis seperti itu. Aku juga ingat, saat ayah menghembuskan nafas-nafas terakhirnya aku sedang terhanyut membaca ayat-ayat Yaasiin dengan derai air mata, aku tertunduk tak kuasa menahan tangis, tak kuasa aku menatap ibu & adik-adik kecilku memeluk dan menciumi ayah dengan rasa duka, mereka menangis sejadinya. Tak sanggup aku selesaikan Ayat Yaasiin itu, akupun sudah tak kuat lagi menahan sesak di hati. Kakiku yang bersila benar-benar tak mampu kugerakkan lagi, aku seperti patung yang menangis, Surat Yaasiin yang basah dengan air mata itu juga tak mampu kulepas dari tanganku, seluruh tubuhku kaku. Hanya mataku yang saat itu berisyarat, kawan-kawan di sampingku mengusap-ngusap pundakku, "sabar, mungkin ini yang terbaik" begitulah mereka berkata. Tapi ragaku masih kaku, benar-benar tak bisa bergerak lagi, hingga orang-orang membopongku masuk ke dalam kamar ibu, benar-benar aku lemah tak berdaya. Semalam itu aku habiskan untuk mendampingi jenazah ayah di ruang tamu. Dalam Hati ada kata yang tak pernah berhenti berucap "Ayah, Maafkan anakmu".
Pagi harinya, aku bergegas bersama kawan-kawan dan tetangga-tetanggaku membantu untuk membuat Keranda Jenazah untuk ayah, sambil menahan sedih di depan mereka, aku yang biasa bicara dan tertawa bersama mereka hanya bisa terdiam saat itu, benar-benar bisu. Tapi air mata & rasa sedih itu tak terbendung lagi saat jenazah ayah akan dibawa ke pemakaman. Aku berdiri di belakangnya sambil mendengarkan "pak kaum" bicara pada masyarakat tentang apapun yang perlu dikatakannya, ahli waris dan sebagainya. Sepanjang jalan ke pemakaman itu, aku benar-benar berjalan menangis dengan seorang kakak dan adikku yang saat itu seharusnya paling bahagia. Benar-benar tragedi terperih yang baru pertama ku rasakan, seseorang yang tangguh, kuat yang selama ini menjadi pahlawanku hari itu dia tak berdaya, aku lihat dia dibaringkan di lubang makamnya, itulah terakhir kali aku lihat mukanya yang begitu pucat tak mengucapkan apapun padaku sebagai salam perpisahan.
Sekarang, 30 September 2012. Empat tahun sudah dia pergi. Tapi semua tentang dia, benar-benar tak pernah pergi. Sebersit ingatan muncul saat dia duduk diantara para orang tua, mengambil raport terakhir kelulusanku di bangku SMP, saat dia sebangku memakan bakso bersamaku, saat dia belikan sepeda untukku kayuh tiap pagi ke sekolah baruku, itulah saat-saat berkesan & terakhir kali sebelum dia akhirnya pergi.
Ayah, beginilah aku, mungkin belum bisa menjadi yang kau mau, tapi aku sudah bisa membantu ibu, mencukupi sekolah adik-adikku walaupun hidupku dalam tanggungan orang lain, tapi itulah yang membuatku tak pernah berhenti bersyukur. Dia seperti malaikat penolongku, dia tanggung biaya sekolahku, sampai sekarang aku duduk di bangku kuliah, sesuatu yang tak pernah terfikir sepeninggalmu, karena hatiku bertekad setelah lulus dari bangku SMA aku hanya akan bekerja menggantikanmu, menyelesaikan tanggunganmu yang kau tinggalkan, tapi harus ku syukuri semuanya karena ini adalah RencanaNya yang terbaik.
Ayah lihat aku sekarang, anak kesayanganmu ini sekarang sedang berusaha menggantikanmu, membuat bahagia istri juga anak-anakmu, pahit manis, lapar dan nikmatnya kenyang sudah kurasakan, membuatku merasakan perjuanganmu dulu saat kau mencari nafkah untukku, meminjam uang untuk sekedar membeli LKSku yang mahal.Benar-benar baru kurasakan betapa wajarnya jika dahulu kau sering marah melampiaskan semuanya padaku.
Tahukah kau Ayah, adik kandungku yang kau tinggalkan saat hari ulang tahunnya? dia baru saja lulus dari bangku SMAnya, dan sekarang dia sudah bekerja di sebuah Restoran di Jakarta. Masih kusimpan SMSnya "Gaji pertamaku akan kukirim untuk ibu", begitu katanya. Semangatmu mungkin kau titipkan padaku, tapi sifatmu kau berikan padanya, adikku yang kau tinggalkan. Kini lihatlah kami membahagiakan ibu, kami takkan bercerai berai, akan kami ciptakan persaudaraan yang abadi.
Sampai di sini, aku tak tau kenapa kuceritakan mereka padamu, apakah kau mendengar? apakah kau mengerti, apakah kau merasa??
Aku memanggil namamu tapi kau tak menghiraukanku
Aku menangisimu dan kau tak bisa lagi menyeka air mataku
Aku merindukanmu dan kau pun tak pernah lagi datang padaku
Dulu aku pernah berjanji dalam hati
Untuk memberimu sesuatu yang berharga
Untuk sedikit membuatmu bahagia
Tapi kenapa kau malah pergi
Apa yang bisa kuberikan untukmu sekarang
Apa yang bisa kulakukan untuk menemanimu ..
Hanya Do'a yang bisa kulantunkan
Do'a itu yang akan menyelimutimu ...
Bermimpilah tentang kami Ayah
Semoga kita berjumpa lagi ...
Allohummaghfirlii Dzunuubii Waliwaalidayya warhamhuma Kamaa Robbayaani Saghiiroo ...